Berdasarkan cerita dari mulut ke mulut oleh orang tua, Desa Pantiharjo merupakan Desa Kolonisasi yang penduduknya merupakan pendatang dari beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sebelum terbentuk sebuah desa, wilayah yang sekarang ini dulunya merupakan lahan hutan bakau di sebelah utara dan hutan jati dibagian selatan yang sekarang sudah berdiri kokoh Jalur PANTURA. Seiring berjalannya waktu, sekitar tahun 1970an datanglah rombongan orang yang mengembara dan mencoba menetap di daerah ini. Rombongan tersebut berjumlah sekitar 30 orang.
Mencoba mengadu nasib di daerah baru yang dilakukan rombongan tersebut hanyalah menangkap ikan dan mengkonsumsinya sebagai makanan harian. Adanya stagflasi yang terjadi pada tahun 1970an, membuat orang-orang makan dengan keprihatinan dan seadanya. Dorongan keadaan yang demikian membuat rombongan ini memutar otak untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Dengan peralatan seadanya, cobalah mereka membuat bedeng-bedeng tambak kecil dan mengalirkan air laut ke dalamnya. Setelah beberapa hari air laut tersebut akan menguap dan terbentuklah butiran kristal kecil yang kita sebut dengan garam. Hasil yang didapat pun akhirnya dijual dan kondisi ekonomi pun semakin membaik.
Kian lama banyak berdatangan pendatang baru yang mencoba mengadu nasib pula dengan tambak-tambak baru. Nama kawasan ini bermula dari kata “pante” yang bermakna pantai atau pesisir dalam bahasa indonesia dan “harjo’ yang bermakna selamat, beuntung atau baik. Lama kelamaan penyebutan tersebut menjadi Pantiharjo.